Sabtu, 03 September 2011

1. Pelarian Tanpa Arah (part 1)

Saat itu sebuah rumah tua menjulang tinggi di depan mataku, tua seakan sudah berusia ratusan atau bahkan ribuan tahun. Bila tidak salah mengingatnya, bangunan tersebut terdiri dari dua lantai dengan sebuah platform reyot terbuka di muka lantai kedua. Warnanya coklat kehitaman, kelam, dan entah mengapa tiba-tiba saya berdiri di depan pintu dimana seorang kakek tua berdiri diantara kedua kusennya, kusen yang sudah mulai mengeropos dimakan usia. 

Pria tua tersebut tidak banyak bicara. Saya tidak tahu usianya, yang jelas rambutnya memiliki potongan gaya orang-orang spanyol tua, dibelah pinggir dan sedikit mengembang di bagian poni. Sekian detik telah berlalu tanpa mengetahui apa yang saya lakukan selama beberapa detik tersebut, pria tua itu mulai berbicara "semua orang yang datang kemari berlomba, berlari-lari hingga finish. Memperebutkan harta. saya harap kamu pun mau melakukan hal yang sama". Kata-katanya ajaib, tanpa bertanya kaki ini memulai langkah pertama menghabiskan sepanjang malam dengan berlari.

Saya ingat waktu itu saya, maksudnya "kami", berlari mengitari rumah tua yang ternyata sangat amat besar. Tidak pernah disangka bahwa semakin malam saya berlari, semakin aneh rumah ini menjadi. Banyak "gangguan: ataupun halangan yang didapat. Suatu kali saya melompati sebuah batang kayu pohon tua yang tertidur menghalangi lajur pelarian. Keterkejutan akan betapa besarnya ruangan tersebut hingga dapat menampung sebuah batang pohon tua tidak sedikitpun mengurangi kecepatan saya, ataupun "mereka" yang juga sedang berlari. Pelarian terus dilakukan sembari melompati loteng tua, tangga, dan hal lainnya yang umum terdapat di rumah-rumah modern masa kini. Aneh. 

Saya terus berlari hingga akhirnya sampai ke bagian rumah tersebut yang saya bilang memang juaranya aneh. Entah itu ruangan atau sebuah padang kerikil. Tempat tersebut kelam dan juga gelap. Kaki saya yang tanpa alas dapat merasakan kerikil kasar di permukaannya. Keberadaan saya semakin tidak jelas ketika saya, menyadari ruangan tersebut tidak memiliki tembok, hati pun meragu, mungkin bukan tidak memiliki tapi temboknya tertutup oleh semua kabut tipis yang menutupi jarak pandang. Terus saya upayakan menyipitkan mata, hingga akhirnya diri ini semakin ragu bahwa tembok tersebut memang pernah ada. Di tempat itu saya tidak berlari, hanya berjalan lurus pelan menyusuri jalan sambil melihat kiri kanan. Takut ada arwah atau setan bergentayangan yang menghampiri. Siapa yang tidak takut berada di tempat itu, sendirian. 

Beruntung, ruangan tersebut mengarahkan saya ke akhir pelarian. Saya pun melompat ke lantai satu rumah, lompatan tersebut tidak besar tapi cukup menggambarkan aksi laga di televisi dimana sang jagoan dengan gagah berani melompat dan kemudian berjongkok sambil meletakkan satu kaki terlipat di depan dada. Di ruangan akhir, Sang kakek tua menyambut dengan muka datar. Ucapan selamat keluar dari mulutnya sesaat setelah wajah datarnya berpaling ke arahku. Jarinya menunjuk kepada sebuah kotak harta jaman kolonial dimana seorang wanita cantik bergaun -- putih atau merah, saya lupa -- berdiri di belakangnya. Saya menghampiri kotak tersebut, namun segera Sang kakek berkata "tunggu, kalau kau ingin hadiah tersebut lakukan pelarian satu kali lagi!" 

"Apa iniiii ??!!"
"Tidak sesuai dengan perjanjian, ini semua parah dan bohong!"
"Saya tidak akan berlari lari hanya untuk mengambil hadiah yang kemungkinan konyol itu"
"Tidak saya tidak akan berlari lagi" Ucap saya sambil melipat kedua tangan di depan dada ditambah memalingkan muka dari Sang kakek. Cukup keras menggambarkan keengganan tentunya.

Sang kakek hanya tidak berkata apa-apa karenanya.

Ini semua konyol, parah, dan penuh tipu. Konyolnya lagi, selama semalaman saya berlari, sedikitpun saya tidak ingat bagaimana saya dapat tiba di rumah tua ini. Parahnya lagi, mengapa saya mau ikut berlari bersama orang-orang lainnya dimana wajah mereka pun sampai sekarang tidak bisa saya ingat sekalipun. Pertanyaan tersebut sangat menganggu, namun saya memutuskan tidak ada jawaban lain selain mengikuti permintaan Si tua. Mari kita berlari lagi!

***


0 comments:

Posting Komentar

Sepatah dua patah kata akan mendekatkan kita ^^