Jumat, 30 Maret 2012

2. Bayi Kesayangan, Remaja Harapan, dan Beban Negeri (bagian 1)

Senior selalu berkata, pola pikir mahasiswa dan orang yang telah keluar dari dunia kampus akan berbeda. Setelah berada di luar, pemikiran jadi terbuka dan bisa melihat semuanya dari sisi yang berbeda. Kalimat tersebut klise, kala itu absurd, namun sekarang Mr.Gigi dapat mengiyakan. Entah dipaksa, memaksa atau terpaksa. Yang jelas, iya. 

Suatu masa saya pernah berpikir, Indonesia ini bangsa yang besar dan serba kaya. Dari segi geografis, iya benar tidak diragukan lagi. Dari segi kekayaan alam, iya benar juga. Dari segi jumlah penduduk, iya kita sangat gemuk. Dari segi angka kemiskinan ya kita "gemuk pula". Dari segi jumlah orang yang kaya juga ternyata iya kita kaya. Negeri kita manarik, serba kaya dan serba miskin. 

Puter otak saya berlanjut pada hal lain. Sepertinya ada yang salah dengan negeri kita, khususnya masalah lahirnya generasi baru, perkembagannya, hingga efeknya pada Indonesia. Nah bginilah ceritanya... 

Bayi Kesayangan
Bicara tentang bayi, kalau diperhatikan golongan sangat mampu cenderung mempunyai keturunan 1-3 orang. Apabila lebih dari itu, biasanya mereka adalah diangkat atau kejadian luar biasa yang cukup jarang ditemui, memang sengaja beranak belasan. Sama seperti para orang tua jaman terdahulu, yang jumlah anak-anaknya bisa menjadi satu kesebelasan tersendiri. Mereka akan menjawab, wong saya mampu. 

Golongan menengah biasanya cukup rasional memilih jumlah anak mereka. Mereka mampu mencukupi kebutuhan mereka, namun jarang bermewah. Katakanlah mereka salah mencermati slogan "saya sudah minum 2" salah satu produk minuman probiotik menjadi "saya punya 2". Dua orang anak menjadi salah satu kalimat yang sering didengar olehku, setidaknya tahunan yang lalu. Kini? Menghilang.
 
Yang mengenaskan (sulit mengatakannya sebagai "menarik"), ternyata golongan yang kurang mampu memperoleh keturunan dengan kecepatan yang mencengangkan. Dalam satu keluarga bisa ditemui 5-7 orang anak atau bahkan lebih. Walaupun saya percaya bahwa rezeki dan penghidupan diatur oleh Allah, rasanya tidak etis dan rasional. Ketika ada ada pertanyaan mengapa hal tersebut bisa terjadi? Mungkin akan ada yang menjawab program KB tidak efektif menjangkau "mereka". 

Bila kita menganut semua warga negara disejahterakan oleh negara, bolehkah Mr.Gigi mengatakan memiliki anak terlalu banyak termasuk menzalimi tiap anak dan juga bangsa? Khususnya bagi mereka yang terlantar, walaupun hanya dalam tingkat keluarga. Kata zalim bisa jadi tidak hanya  milik para pejabat atau pemimpin negara, tiap individu bisa menjadi zalim walau teriakan terhadap mereka tidak sekuat yang di singgasana. 

* bersambung *

0 comments:

Posting Komentar

Sepatah dua patah kata akan mendekatkan kita ^^