Minggu, 20 Mei 2012

2. Dua Orang Sahabat Yang Tertukar

Dahulu ada dua orang sahabat yang dipertemukan di sebuah ruangan kelas. Si Satu selalu menjadi yang tercepat di kelas, segala pertanyaan di libasnya. Dialah kaum depan, sebuah sebutan bagi mereka yang terbaik, terambisi, dan jajaran kebanggaan para guru. Good for her. 

Hal yang berkebalikan dialami Si Dua. Dia selalu tiga besar kaum yang memasuki kelas paling akhir di tiap paginya. Wajahnya tidak asing bagi   para satpam sekolah dan guru BP, mereka yang selalu mengabsen tiap murid yang terlambat memenuhi janji tiba pukul 7 pagi tiap harinya. Layaknya solat sunah, Si Dua selalu menyempatkan lari dua keliling tiap paginya, sebagai syarat untuk memasuki kelas. Dia pun dikenal di kelas, sebagai orang yang tidak punya masalah khususnya dalam meminta maaf. Tiap paginya ia datang ke kelas, meminta maaf, dan berjalan ke deretan akhir kursi di belakang kelas. Tempat dia menghabiskan waktu siangnya. 

Dua orang ini tidak berbeda 100%, keduanya berorganisasi dengan caranya sendiri. Si Satu menjadi ketua di salah satu organisasi bahasa Inggris di sekolah, sedangkan Si Dua berfokus pada OSIS dan olahraga. Dia seorang kapten sebuah tim sepakbola. Namun terlepas semuanya, persamaan kelaslah yang membawa mereka menghabiskan waktu di tiap malam minggu, berkeliling cafe ke cafe, tenda ke tenda. Mencari hal baru, menyusun bata persahabatan.

Tawaran menarik tiba di salah satu hari. Disaat keduanya tengah sibuk menyusun suatu kegiatan, tawaran pertukaran ke negara asing tiba. Si Satu bersamangat karenanya, sedangkan Si Dua meragu. Kegiatan banyak dan ragu harus memberikan perhatian terhadapnya. Lewatlah ia dari kesempatan itu, lain pihak, Si Satu berjuang hingga akhir dan berhasil. Itulah awal perputaran semuanya. Jalan Tuhan yang menyakitkan. 

Si Dua tegar, tegar berdiri menatapi pesawat dari balik kaca bandara internasional kebanggaan Indonesia. Seketika itu ia hanya menjaga rasa harga diri yang ia miliki, harga diri seorang lelaki untuk tidak meneteskan air mata, walau ia gagal. Salah satu teman terbaiknya pergi. Si Dua ditinggal pergi teman dan kesempatan yang secara bodoh ia tolak. Bukan karena tidak mampu, hanya tidak mau. Ia berubah, berjanji pada diri tuk melihat peluang di setiap inchi hidup. 

Beberapa tahun berselang, Si Satu telah pulang dan kembali pergi ke suatu tempat yang lagi-lagi jauh. Si Satu telah menikmati Sakura bermekaran di negerinya sambil berjuang mengejar tesis yang sedang disusun. Ia tentunya berubah, menjadi lebih dan lebih baik dari sebelumya. Walaupun begitu, ia tetap menjadi seorang yang luar biasa. Tidak ada sanggahan tuk memujinya sebagai kaum terdepan kelas. 

Si Satu masih berkomunikasi, jarak jauh, dengan Si Dua. Suatu saat obrolan pernah menjurus ke kota idaman tuk dikunjungi. Ia yang berada di Jepang mengatakan ingin sekali ke Prague, sebuah kota yang romantis. Entah ia pernah melihatnya dimana, mungkin di salah satu kisah romantis layar lebar tempo dulu. Seorang wanita memang cenderung menyukainya kisah seperti itu. 

Lalu bagaimana dengan Si Dua? Ia bermimpi ke Jepang, apapun kotanya. Ia jatuh cinta dengan sebuah budaya yang kuat di Jepang. Bagaimana orang punya kesopanan yang luar biasa, menggunakan kimono di waktu tertentu, acara minum tehnya, dan berbagai hal lainnya. Ia hanya bisa berangan-angan dan bernostalgia dengan ucapan Si Satu. Walau tidak di Jepang, ia bisa menikmati tehnya tersendiri sambil menulis cerita ini di sebuah kota paling romantis di dunia, Praha. Ia tidak menyerah, selalu mengingat kejadian bertahun-tahun yang lalu, dan sekaligus menertawai dirinya sendiri bagaimana "mereka" tertukar dengan jalannya masing-masing. 

4 comments:

tika mengatakan...

aku tau siapa dia :)

Unknown mengatakan...

Hihi.. 4 kata dari mba tika ini sangat misterius terdengarnya ^^

terima kasih udah mampir dan baca tulisan panjang di atas

capuholic mengatakan...

???? wah nggak terjangkau pergaulanku kah?

Unknown mengatakan...

Sgitunya ms.Capucholic ini.... ^^

Posting Komentar

Sepatah dua patah kata akan mendekatkan kita ^^